TENTANG BUKU
Papa-Kira-Ziya punya hobi baru.
Baca komik Petualangan Tintin!
Ketika nggak sengaja lewat bagian komik di salah satu toko buku, papa jadi bernostalgi, dulu punya hampir lengkap koleksi Tintin. Sejak itu papa mulai niat mengoleksi lagi. Dan hobi ini menular (atau ditularkan hehehe) ke para bidadari.
Tiap weekend minta diajak ke toko buku.
"Memangnya Kira-Ziya pingin beli buku apa?"
"Buku uncle Tintin! Iya kan, 'Pa? Kita kan belum punya yang ini, yang ini dan yang ini!" Kira-Ziya menujuk-nunjuk judul cover buku Tintin.
Tiap mau tidur malam, jadi hampir selalu minta dibacain Tintin (meski banyak improvisasi yang kudu dilakukan papa untuk menghindari kata-kata nggak ok dan cerita yang pasti belum bisa dimengerti oleh para bidadari. Misalnya celetukan kapten Haddock yang amburadul, soal kegiatan berburu membawa senjata yang dilakukan Tintin di hutan Afrika, dan sebagainya. Maaf ya om Herge, komiknya banyak direvisi sedikit demi kebaikan para bidadari hehehe)
Mama sempat protes sih,.. mungkin karena masih berpikir (ya ampuuunnn emang mama udah setua apa ya,..kok berasa ubanan gini!) bahwa komik bikin kepala malas alias nggak seaktif kalau baca novel dalam hal berimajinasi (duh, mama pasti diprotes pecinta komik sedunia neh termasuk mimi Nila! Huehehehe,..tunggu dulu, ok mama akui ini mungkin cuma masalah selera, lagi pula boleh dong, itu kan bagian dari pemikiran mama mengingat masa kecil kita dulu). Tapi papa bilang Tintin adalah komik yang sangat detail. Coba lihat ganbar-gambarnya, latar belakang tiap scene nggak pernah asal dan hampir selalu detail. Bener juga. Penciptanya juga bisa dibilang canggih, bayangkan sejak tahun awal sampai sekarang udah beredar sekian komik, artinya bisa tiap tahun bikin komik tuh. Genius dong.. emang bikin komik gampang? Komik ini selain serius juga lucu, jadi seimbanglah (kalau malam-malam papa udah ketiduran duluan sedang para bidadari minta dibacain Tintin, mau nggak mau mama akhirnya baca juga deh, ck ck ck ,..kebayang dong, baca komik yang baru kali itu dibaca dalam kondisi ngantuk dan menerjemahkan tiap kotak-kotak bergambar itu dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia plus mencari-cari ungkapan yang tepat dan nggak jarang membuat variasi cerita sendiri untuk menghindari hal-hal kurang ok dari versi aslinya bagi para bidadari). Hmm..rasanya Opa Tuta juga dulu suka Tintin, kata temen-temennya malah Tintin paling asik dibaca dalam versi asli Perancis-nya.
Ok deh, mama anggap ini sebagai salah satu penyemangat membaca bagi Kira-Ziya. Toh apa yang mereka baca selalu dalam pengarahan dan pendampingan mama-papa (kan memang belum bisa baca, jadi biasanya nih dibacain dulu, abis itu kalau lagi santai para bidadari akan pura-pura baca sendiri sambil lihat gambarnya dan ngoceh ngalor ngidul sesuai yang pernah diceritakan atau bahkan menciptakan cerita versi sendiri yang dahsyah dan kadang mencengangkan saking mama aja nggak kepikir bikin cerita begitu hehehe).
Mama sendiri dulu baru boleh baca komik ketika SMP (ini memang salah satu kebijaksanaan Opa dan Oma ketika mama dan mimi kecil dulu. Boleh membaca pun jika dan hanya jika semua pekerjaan wajib sudah selesai dilakukan, termasuk sudah sholat, sudah bikin pe-er, sudah belajar untuk ulangan besok, sudah makan dan sudah bereskan kamar hehehe. Kalau belum selesai salah satu, bisa tiap bentar Oma ketuk pintu kamar dan metolot hehehe). Satu-satunya komik yang mama baca masa kecil dulu cuma Nina. Ketika SMP mama baca Asterix. Setelah itu baru baca Candi-Candi. Sisanya cuma bolak-balik sesekali yang menarik, minjem koleksi mimi Nila yang gila komik.
Mama sejak dulu lebih gila baca novel. Mama punya hampir lengkap novel-novel petualangan dari pengarang yang beragam. Ketika besar meningkat novel-novel kelas berat. Nggak tau kenapa ya, lebih asik aja baca novel, soalnya bisa berimajinasi lebih leluasa dan nggak terbatas oleh gambar yang ada.
Karena papa mulai koleksi Tintin, boleh dong mama jadi terinspirasi untuk mulai mengoleksi lagi novel. Asiiiikkkk!!! Novel mama mulai banyak nih. Saking banyaknya, kemarin ini balik dari libur di Jakarta, isi koper kita seperempatnya adalah novel!
Kira-Ziya mulai belajar nabung meski belum ngerti uang. Intinya pelan-pelan menanamkan pengertian bahwa untuk memperoleh sesuatu kita memang perlu bekerja keras dan menabung. Kalau sudah penuh nanti kita buka dan hitung jumlahnya. Kalau cukup, bisa dibelikan buku atau apapun yang Kira-Ziya mau. Tapi kalau nggak cukup, artinya kita harus lebih sabar lagi menabung kembali sampai cukup. Sekarang tiap pulang kantor Kira-Ziya diberikan koin oleh papa untuk ditabung. Pastinya belum benar-benar paham soal tabung menabung ini, masih pada tahap sekedar tahu dan senang karena bunyi koin-koin itu nyaring tiap kali dicemplungkan. Cringg!! Nggak apa, ini baru tahap awal aja kan,..
Dulu waktu SD, mama dan mimi selalu beli novel dan komik dari hasil tabungan selama satu caturwulan/semester. Kalau biasanya bisa naik becak, sesekali nggak naik becak, kalau biasanya naik angkot, sesekali coba nggak naik angkot alias jalan kaki (karena dulu SD mama nggak terlalu jauh dari rumah). Mama dan mimi memang sejak mulai sekolah nggak jajan, jadi nggak punya uang jajan, yang ada uang transport. Sekali naik angkot dari Halimun ke Lodaya 50 rupiah untuk anak SD di Bandung dulu. Oma biasanya kasih 100 rupiah bolak-balik dan 50-100 rupiah untuk simpanan kalau-kalau tak terduga perlu sesuatu.
Tabungan hanya dibuka ketika libur. Beli bukunya di Pasar Loak Palasari(yang udah berkali-kali kebakar itu sampai sekarang). Harga novel Lima Sekawan masih 250-an rupiah. Percaya nggak? Mama mengalami itu. Dan rasanya puas luar biasa karena Oma-Opa membebaskan mama memanfaatkan tabungan untuk hal-hal positif termasuk baca buku.
Di rumah kita sekarang, saking mulai banyaknya novel dan buku, jadi nggak susah nyari pengganjel sofa kita yang patah itu hehehe...
Kemarin ini owner unit kita datang ngecek. Begitu datang kedua kalinya beliau tersenyum,
"Oh,..good! You've found a brick for that sofa!", kemarin ini memang beliau sarankan cari batu bata untuk ngganjel kaki sofa itu sementara belum diperbaiki.
Mama geleng-geleng kepala.
"Nope! My books!"
Sang owner bengong. Hehehe.. habis mau nyari batu bata di mana hari gini? Jadi buku aja mama bungkus pakai koran. Pengganjel yang mantappphhh..!
"Kasihan mama, bukunya jadi buat ngganjel sofa..hehehe" papa prihatin, soalnya buku tebal buanget dalam bungkus koran itu adalah salah satu buku favorit mama hadiah ultah dari papa, judulnya 1001 Buildings You Must See Before You Die (Mark Irving). Nggak apa, kan sementara, soalnya itu buku paling tebal yang pas banget untuk ngganjel saat itu. Lagipula korannya mama lapisi cukup tebal, jadi aman.
Anyway, kemarin buku kesayangan mama itu udah balik masuk singgasananya di rak buku lagi karena sofa kita udah diperbaiki ;-)
3 comments:
wahahahahaha :D btw baca komik bikin mimi jadi semangat gambar lho...apalagi tokohnya keren2 hahah
dulu bukannya kita sering bikin komik sendiri Ni? hahaha those fun days... :D
iya neng, kita bikin di buku tulis, dan uni selalu iri karena komik nila selalu bagus gambarnya kikikikik,..sementara uni, malah lebih banyak ceritanya,gambar orang juga nyontek sama nila, lha kagak bisa bikin gbr orang, jadi frustasi, akhirnya gambar pu'un lagih pu'un lagih hahahaha...kita juga sering bikin baju2 boneka sendiri ya, dan lagi-lagi soal kombinasi warna nila selalu paling berani bereksperimen, modelnya jga lebih modis uni mah konvensional abis, cari aman dan standart ajah ..well, wonderful moments ya neng ;-) semoga kira-ziya juga punya kenangan seindah itu
hehehe... kayaknya 2 keahlian sudah ditularkan, hobi baca & rpkad...
Post a Comment